PEMBERDAYAAN EKONOMI SYARIAH BERBASIS MASJID



Pemberdayaan Ekonomi Syariah Berbasis Masjid
Oleh Dudung Abdul Rohman
(Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Bandung)

Abstrak
Selain sebagai pusat ibadah, Masjid pun dapat berfungsi sebagai media pengembangan sosial keagamaan di bidang perekonomian untuk mengangkat kesejahteraan jamaah. Misalnya di sekitar lingkungan masjid dapat dijadikan pusat pengembangan koperasi syariah yang belakangan ini mendapat sambutan yang positif di kalangan masyarakat. Tujuannya tiada lain untuk memenuhi sisi spiritual dan materil jamaah guna menciptakan kesejahteraan di dunia maupun akhirat.

Kata Kunci: Ekonomi Syariah, Ibadat, Kebudayaan, Masjid, Pemberdayaan.

A.    Pendahuluan
Keberadaan masjid menjadi fenomena tersendiri dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Karena masjid dapat memenuhi sisi spiritual masyarakat Islam. Oleh karena itu, fungsi utama masjid adalah sebagai tempat beribadah. Di masjid umat Islam dapat melakukan kegiatan-kegiatan shalat berjamaah, dzikir, doa, dan kegiatan-kegiatan penyucian jiwa lainnya yang bersifat ritual keagamaan. Dalam waktu bersamaan, masjid pun dapat berfungsi sebagai media pengembangan sosial kemasyarakatan. Misalnya di bidang pendidikan, perekonomian, dan kesehatan. Inilah upaya-upaya yang dilakukan oleh umat Islam untuk memfungsikan dan memakmurkan masjid sebagaimana diperintahkan dalam ayat berikut ini:
Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah; maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At-Taubah [9]:18).
Berdasarkan ayat ini, apabila kita ingin senantiasa mendapat petunjuk dari Allah maka makmurkanlah masjid sebagaimana fungsinya, yakni fungsi utamanya sebagai tempat beribadah. Oleh karena itu, kriteria orang-orang yang memakmurkan masjid itu adalah orang yang beriman kepada Allah SWT dan adanya Hari Akhirat, lalu mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan memiliki kemandirian serta kepercayaan diri yang kuat karena hanya takut kepada Allah saja. Fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah ini harus dipelihara sepanjang masa. Maka segenap umat Islam harus memiliki komitmen untuk senantiasa memakmurkan dan memfungsikan masjid sebagaimana mestinya.

B.     Pemberdayaan Ekonomi Masjid
Dalam konteks ini, eksistensi masjid tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam. Maka masjid harus dikelola secara baik dan efektif supaya dapat  berfungsi secara baik. Dalam hal ini masjid dapat berfungsi sebagai lembaga keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Sebagaimana lazimnya lembaga, tentu masjid-masjid yang tersebar itu memiliki pengurus atau pengelola. Lembaga dalam hal ini dapat berupa organisasi, badan, atau yayasan. Adanya lembaga ini mutlak diperlukan untuk memperkuat barisan umat Islam dalam menyebarkan agamanya. Karena Islam ini selain sebagai agama risalah yang bersumber dari wahyu Ilahi, juga sebagai agama dakwah yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia sebagai perwujudan dari Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin (menjadi rahmat bagi semesta alam).
Dalam kaitan dengan lembaga pengelola masjid dikenal dengan nama Dewan Kemakmuran Masjid/Mushalla (DKM). Sedangkan yang dimaksud organisasi kemakmuran masjid dan mushalla, seperti yang dikemukaan Departemen Agama (1990:6),  adalah “Organisasi yang dibentuk untuk mengelola masjid atau mushalla dan melaksanakan berbagai kegiatan di dalam masjid atau mushalla seperti pendidikan, perpustakaan, kesehatan, dan koperasi”. Maka di antara jajaran pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) biasanya ada bidang yang secara khusus mengelola program pemberdayaan ekonomi jamaah. Di antara program kerjanya menyelenggarakan usaha koperasi untuk membina dan meningkatkan amal usaha dan perekonomian jamaah masjid. Di sinilah strategisnya pengelolaaan koperasi syariah berbasis masjid. Sehingga tarap hidup ekonomi jamaah dapat meningkat berkat keberadaan koperasi syariah. Juga motivasi mereka untuk mengunjungi masjid menjadi berganda, yakni selain untuk beribadah secara ritual, juga untuk mengembangkan ekonomi sebagai bekal beribadah kepada Allah SWT.
Seperti dimaklumi, bahwa ekonomi merupakan suatu lapangan yang sangat penting dalam kehidupan. Sebagai agama yang sempurna, maka Islam menaruh perhatian yang sangat besar terhadap persoalan ekonomi. Jangan sampai umat terjatuh dalam kekufuran karena terpuruknya ekonomi atau kemiskinan. Maka dalam Islam ada syari’at zakat, infak, wakaf, dan shadaqah. Semua ini dimaksudkan untuk membangun kepedulian antar sesama sekaligus memberdayakan ekonomi keumatan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat menggapai kemakmuran dan kesejahteraan.
Islam sangat peduli terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam beberapa riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah saw tidak suka kepada orang-orang yang hanya duduk-duduk di masjid tanpa ikhtiar dan berusaha mencari penghidupan. Bahkan dalam Islam ada anjuran, apabila kita sudah selesai menunaikan ibadah shalat, maka bertebaranlah di muka bumi untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup. Sehingga umat Islam benar-benar dapat mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dengan menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al-Jumuah [62]:10).
Masjid  sebagai lembaga keumatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat mesti memiliki kepedulian terhadap pemberdayaan ekonomi umat. Misalnya dengan mendirikan Koperasi Jamaah Masjid (KOPJAMAS), Baitul Maal wal Tamwil (BMT), Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS), ataupun memiliki unit usaha masjid. Lembaga ekonomi masjid ini tentunya harus dikelola secara baik dan profesional. Sehingga lembaga ini benar-benar dapat membantu dan melayani umat dalam pemberdayaan ekonomi kecil dan menengah. Juga mesti dikembangkan kemitraan dan jaringan dengan lembaga-lembaga keuangan syari’ah lain demi pengembangan lembaga ekonomi masjid tersebut. Dengan demikian diharapkan masjid dapat berdaya dengan kegiatannya, bergaya dengan tampilan fisik bangunannya, dan masyarakat selaku jamaahnya dapat sejahtera berkat pengelolaan lembaga ekonomi masjid yang berpihak pada masyarakat menengah dan kecil ke bawah.
 C.    Penutup
Betapa potensialnya keberadaan masjid-masjid yang tersebar dan mengakar di masyarakat Muslim bila dijadikan wahana pengembangan ekonomi kerakyatan. Selain mendukung program pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan guna pemerataan kemakmuran dan pengentasan kemiskinan, juga selaras dengan program kemesjidan yang menginginkan kesejahteraan bagi jamaahnya baik di dunia maupun akhirat. Maka program pengembangan dan pembinaan ekonomi syariah yang berbasis masjid menjadi program strategis untuk dijalankan. Tentu dengan agenda perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang matang dan berkesinambungan. Tinggal sekarang bagaimana political will (dari segi kebijakan dan penganggaran) pemerintah dalam memanfaatkan peluang ini guna memberdayakan ekonomi kerakyatan yang berbasis simpul-simpul keagamaan guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan.
  
Daftar Pustaka
Ayub, Moh. E. dkk., Manajemen Masjid, Gema Insani, Jakarta, 2006.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1997.
Gazalba, Sidi, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1994.
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.
Maulany dkk., Buku Pedoman DKM di Jawa Barat, DMI Provinsi Jawa Barat, Bandung, 2004.
Rifa’i, A. Bachrun & Fakhruroji, Moch, Manajemen Masjid: Mengoptimalkan Fungsi Sosial-Ekonomi Masjid, Benang Merah Press, Bandung, 2005.
Rijal, Khairul, Benang Kusut Kapitalisme (Artikel), Tribun Jabar Edisi Rabu 04 Juli 2012.
Rivai, Veithzal & Buchari, Andi, Islamic Economic, Bumi Aksara, Jakarta, 2009.

Tetap Optimis dan Berkarya

Tetap Optimis dan Berkarya

Julie Elizabeth Wells, atau yang lebih dikenal sebagai Julie Andrews, lahir
di Walton, sebelah selatan kota London. Julie Andrews sudah berkiprah di
dunia hiburan sejak usia 12 tahun. Siapakah Julie Andrews yang membintangi
film terlaris sepanjang masa yang telah ditonton oleh berbagai generasi? Apa
kualitas yang bisa kita teladani dari bintang film dan penyanyi dengan suara
emas ini?

Kegagalan Bukan Hambatan
Di antara serentetan sukses di dunia hiburan, bukan berarti Julie tidak
pernah mengalami kegagalan. Beberapa film dan dramanya yang diproduksi akhir
tahun 1960an dan awal tahun 1970an, walaupun dengan kualitas peran yang
tetap baik, secara komersial dinyatakan gagal. Normal saja bila Julie juga
merasa sedih. Namun, kegagalan ini tidak menghambat Julie untuk terus
berkarya. Ia tidak mau berlama-lama tenggelam dalam kesedihan.

Ia kemudian bangkit dari kegagalan dan berkarya lagi dalam berbagai
pemunculan di dunia layar lebar, dan layar kaca. Pemunculan Julie di dunia
hiburan kali ini banyak didukung oleh suami tercintanya yang adalah produser
film. Di tahun 1970an Julie juga aktif menghibur penonton melalui acara TV
yang dipandunya sendiri. Acara ini, yang dikerjakan Julie dengan sepenuh
hati, berhasil memenangkan penghargaan acara TV bergengsi, Emmy Awards,
sebagai acara hiburan televisi terbaik saat itu.

Tetap Optimis
Tahun 1998 Julie terserang penyakit yang mengharuskannya menjalankan operasi
pita suara. Pasca operasi terhadap pita suaranya, Julie kehilangan suara
emasnya. Ia tidak bisa mempersembahkan suaranya yang merdu untuk menghibur
penggemarnya. Sebagai seorang penyanyi dan penghibur, berita ini tentu
sangat memukul Julie. Tapi, dengan semangat juang yang tinggi dan dukungan
dari keluarga, Julie berhasil mengatasi kesedihannya yang luar biasa.

Walaupun tidak bisa bernyanyi seperti dulu lagi, bukan berarti Julie tak
bisa mempersembahkan hasil karyanya. Dengan kreativitas yang dimiliki, Julie
tetap mampu beraktivitas di dunia hiburan dalam bentuk lain, yaitu sebagai
penulis berbagai buku anak-anak. Ia juga tampil di berbagai acara hiburan,
dan acara TV, bahkan ia juga masih bisa membintangi film The Princess
Diaries yang diramalkan akan menjadi film legendaris.

Kita mungkin tidak bisa lagi menikmati suara Julie Andrews yang mencapai 4
oktav di film The Sound of Music. Tapi, kecintaan Julie pada pekerjaan,
kebangkitannya dari kegagalan, serta rasa optimismenya yang tinggi kiranya
bisa kita teladani untuk melalui hidup yang penuh tantangan ini. ***

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | WordPress Themes Review