KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERASA 2012
JAKARTA- Bank Indonesia (BI) berpendapat bahwa dampak krisis keuangan global belum dirasakan pada tahun ini, melainkan pada 2012.
Menurut Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo, dampak krisis global yang mulai tampak masih sebatas di sektor keuangan. Dijelaskan, perlambatan ekonomi global mau tidak mau akan mempengaruhi ekonomi Indonesia.
Dampak perlambatan itu akan lebih terasa tahun depan.
“BI memprediksikan pertumbuhan mencapai 6,5 persen. Kita menurunkan forecast kita untuk 2011 dari semula 6,6 persen,” katanya, Selasa (15/11).
Penurunan prediksi pertumbuhan juga dilakukan BI untuk 2012 dari 6,7 persen menjadi 6,5 persen. Namun, di samping itu, ada beberapa sektor yang berorientasi akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti perdagangan, telekomunikasi, dan sumberdaya alam.
Sementara itu, hingga triwulan III 2011, terjadi penarikan dana keluar sebesar 4,7 miliar dolar AS yang berasal dari saham, obligasi maupun SUN. Tapi Perry menyatakan keyakinannya bahwa pada triwulan IV-2011 arus modal akan masuk lagi melalui foreign direct investment (FDI). Dipaparkan, FDI tahun lalu tercatat 13,3 miliar dolar AS, sedangkan hingga triwulan III-2011, FDI tercatat sebesar 14,7 miliar dolar AS.
Pada akhir 2011 ini BI memprediksi FDI akan mencapai 16 miliar dolar AS. Otoritas moneter ini juga yakin rupiah akan tetap stabil, dengan inflasi akhir tahun ini diperkirakan 4 persen dan tahun depan diprediksi 4,7 persen.
Enam Langkah Lebih jauh Perry menjelaskan, bahwa enam strategi kebijakan untuk memperkuat ketahanan dan meningkatkan daya saing perekonomian domestik di tengah situasi ekonomi dunia yang melambat.
Langkah pertama adalah mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional. Sementara untuk mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia di tengah tekanan inflasi yang menurun, menurut Perry, kebijakan moneter BI yang sudah berjalan dengan mendorong suku bunga menurun yang perlu terus diupayakan.
“Penurunan suku bunga acuan diharapkan dapat diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan, baik suku bunga pinjaman maupun suku bunga simpanan sehingga dapat meningkatkan aktivitas perekonomian,” ujarnya.
Dia juga menambahkan, bahwa langkah kebijakan kedua adalah dengan meningkatkan efisiensi, intermediasi dan menyiapkan ketahanan perbankan nasional serta daya saing menghadapi persaingan bebas. Masih kata dia, selain menurunkan suku bunga acuan, upaya BI untuk menurunkan suku bunga perbankan, utamanya suku bunga pinjaman, adalah dengan mengupayakan efisiensi perbankan.
“Untuk langkah ketiga adalah dengan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran,” katanya. Upaya meningkatkan daya saing, tuturnya, dilakukan dengan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran dalam pembentukan National Payment Gateway (NPG), baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
Dia juga menjelaskan bahwa untuk langkah keempat adalah memperkuat antisipasi dampak krisis global dengan membangun mekanisme pencegahan krisis. “Saat ini BI sedang menyusun suatu mekanisme antisipasi dampak krisis global dengan membangun mekanisme pencegahan krisis (protokol manajemen krisis) terkait nilai tukar dan perbankan,” katanya.
Berikutnya adalah meningkatkan peran BI untuk mendukung pemberdayaan sektor riil, dan ini merupakan strategi kelima. Disusul dengan strategi keenam, yaitu meningkatkan tata kelola manajemen BI. “Strategi institusional ke dalam perlu dilakukan, yaitu dengan senantiasa meningkatkan tata kelola manajemen.
Hal itu dapat tercapai dengan memperbaiki kompetensi dan integritas setiap komponen BI, baik di tataran kelembagaan, organisasi, maupun personal serta memperkuat kondisi keuangan BI,” ungkapnya. (bn-77)
Sumber Suara Merdeka, 16 Nopember 2011
0 komentar:
Posting Komentar