SUARA LANGIT UNTUK HEDONIS
KOMENTAR terhadap wakil rakyat belakangan ini menyeruak di berbagai media cetak dan elektronik. Kisah buruk muka anggota DPR lebih dominan ketimbang sosok politikus santun, cerdas, dan teguh memperjuangkan aspirasi rakyat.
Wajah buruk muka itu menerpa anggota DPR setelah Busyro Muqoddas men uding wakil rakyat bergaya hidup mewah, perlente, dan hedonis, ditingkah kritik Mahfud MD tentang adanya jual-beli pasal dalam pembahasan UU di parlemen.
Berlatar kritik itu, hormat saya kepada Busyro dan Mahfud yang berani melontarkan suara langit, sekaligus menghunus pedang menuding praktik busuk di DPR.
Semua itu memberi kesan sedang terjadi defisit moral di kalangan wakil rakyat, dan institusi terhormat itu berubah menjadi sarang korupsi, serta ajang berburu rente yang menghalalkan segala cara.
Sentilan Busyro dan Mahfud adalah kritik membangun bagi kemaslahatan DPR ke depan. Publik pun yakin, mereka berdua tak ada kompromi atau konspirasi untuk deal politik, mencari popularitas, atau menaikkan posisi tawar bagi Busyro untuk kembali memimpin KPK. Bagi Busyro, siapa pun yang terpilih jadi ketua KPK adalah sama saja, yang penting korupsi bisa diberantas.
Menurutnya, gaya hidup hedonis yang dipertontonkan wakil rakyat itu adalah awal tumbuhnya perilaku koruptif karena mendorong sifat tidak puas dan selanjutnya berusaha memenuhi kebutuhan dengan menghalalkan segala cara.
Korupsi selalu berawal dari perilaku hidup mewah dan hedonis. Di mata Syafi’i Maarif, Busyro adalah sosok sederhana, jujur, dan ucapannya benar apa adanya.
Begitu pula Mahfud, selain jujur, tegas, dan sederhana, dia berani menyuarakan suara langit. Menurut Ketua MK, ada tiga hal yang menyebabkan UU di Indonesia buruk, antara lain karena sering terjadi tukar-menukar isu dan jual beli pasal dalam membahas UU. Dia mencatat dari 406 pengujian UU di MK tahun 2003-2011, 97 di antaranya dikabulkan karena inkonstitusional. Untuk membuat UU prorakyat, dibutuhkan penegakan hukum secara tegas, dengan memutus jaringan kolusi yang menggurita, serta dengan meningkatkan etika dan moralitas yang kuat di kalangan anggota DPR.
Publik ingat bagaimana Mahfud dengan berani membongkar kasus Nazaruddin dan Andi Nurpati. Ternyata benar, Nazaruddin menggangsir uang rakyat ratusan miliar rupiah dan Andi Nurpati ikut terlibat merekayasa surat palsu MK.Selain itu, bagaimana Mahfud membongkar jaringan mafia Anggodo dengan penegak hukum lain dalam kasus Cicak Vs Buaya. Dia pula yang berani mengurai kebuntuan Pemilu 2009, baik soal suara terbanyak maupun pemilih berdasarkan KTP akibat buruknya DPT. Apa jadinya, jika Mahfud tak berani membuat terobosan dalam Pemilu 2009?
Rasa Keadilan Karena itu, meski DPR mencacimaki KPK, bukannya Busyro takut menghadapi gertakan wakil rakyat itu melainkan dengan lantang menuding gaya hidup mewah anggota parlemen di atas penderitaan rakyat. Busyro yakin, gaya hidup mewah merupakan awal munculnya perilaku koruptif karena mendorong kerakusan menggarong uang rakyat.
Rasa Keadilan Karena itu, meski DPR mencacimaki KPK, bukannya Busyro takut menghadapi gertakan wakil rakyat itu melainkan dengan lantang menuding gaya hidup mewah anggota parlemen di atas penderitaan rakyat. Busyro yakin, gaya hidup mewah merupakan awal munculnya perilaku koruptif karena mendorong kerakusan menggarong uang rakyat.
Karena itu, jika wakil rakyat ingin hidup disiplin, tidak KKN, dan jangan hidup mewah, seharusnya memperhatikan nasib rakyat. Masih ada puluhan juta rakyat hidup miskin dan tidak punya penghasilan tetap. Mereka merasa gamang menatap masa depan, dan bahkan dengan rumah bedeng sempit dihuni puluhan orang, dengan hidup berimpitan.
Jika kita mau mengembangkan empati dan rasa senasib sepenanggungan dengan rakyat, tentu tidak ada justifikasi seolah-olah gaya hidup macam apapun merupakan hak seseorang, termasuk anggota DPR. Bersikap defensif seperti Ketua DPR, Marzuki Alie yang minta bukti, justru menambah bobot penilaian bahwa banyak di antara elite yang berada di orbit kekuasaan memang tidak memiliki empati dan tidak peka terhadap amanat rakyat.
Padahal kehidupan demokrasi tidak hanya melulu diukur dari pemilu dan keterwakilan partai-partai di parlemen tetapi juga dari rasa empati wakil rakyat dalam memenuhi rasa keadilan masyarakat yang sekarang terabaikan. Justru hal itu dilontarkan Busyro dan Mahfud secara lantang, ketika mereka berdua menyuarakan suara langit. (10) -FS Swantoro, peneliti dari Soegeng Sarjadi Syndicate Jakarta
SUARA MERDEKA, 24 NOPEMBER 2011
1 komentar:
Demokrasi rakyat memilih wakil rakyat di DPR dan MPR, jadi masyarakat jangan berharapkan rumah mewa karena udah diwakilkan. jangan menghrapkan plesiran k luar negeri karena udah di wakilkan. jangan mengharapkan kamar mandi 2 milyar karena udah diwakilkan. 10.22.176
Posting Komentar