HARGA BARANG POKOK NAIK ,PR PROVINSI JAMBI
Hery Sasono
Meski bulan Puasa Hari Raya Idul Fitri datang setiap tahun, harga kebutuhan bahan pokok selalu melonjak. Kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan pokok naik relative sulit dikendalikan pemerintah.
Laporan pantauan dari Disperindagkop Provinsi Jambi di sejumlah pasar menunjukkan kenaikan harga terus terjadi untuk sejumlah komoditas, terutama daging sapi, gula, telur, daging ayam dan bawang merah .
Di Kota Jambi, harga daging sapi naik menjadi Rp 90.000,- per kg, padahal seminggu sebelumnya hagar daging sapi sekitar Rp 77.000,-. Daging ayam boiler naik menjadi Rp 35.000,- padahal harga hari biasa Rp 26.000,- . Sementara harga bawang merah rata-rata di bulan Juni sekitar Rp 20.000,- per kg naik dari harga sebelumnya bulan Mei rata-rata sekitar Rp16.000,- per kg.
Kenaikan harga kebutuhan pokok sekarang ini sangat dikeluhkan sebagian besar masyarakat, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah, apalagi warga masyarakat Indonesia sebagian besar penghasilannya tetap dan relative kecil. Pemilik kios sembako resah mengeluhkan hasil keuntungan penjualan barang tidak dapat mencukupi lagi untuk belanja barang yang sama karena harganya lebih mahal. Pedagang warung makan nasi gemuk, gado-gado dan warung makan padang juga mengeluhkan harga barang kebutuhan pokok yang terus meroket, mereka tidak berani menaikkan harga, takut pelanggannya lari, sehingga keuntungannya sangat tipis.
Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok ini memicu inflasi, artinya kenaikan harga barang akan mengurangi nilai uang yang diterima oleh masyarakat. Bila hal ini berlanjut maka pendapatan masyarakat turun dan pada gilirannya menurunkan derajad kesejahteraan masyarakat. Itulah sebabnya pemerintah pusat sampai pemerintah daerah sangat galau bila harga-harga terus naik. Pemerintah berkewajiban untuk mengantisipasi dan mengendalikan harga, agar harga kebutuhan pokok tidak terus melambung tinggi.
Mengapa harga kebutuhan pokok naik?, padahal bulan puasa sebagian besar masyarakat kita beragama Islam menjalankan ibadah puasa, melawan hawa nafsu bersifat konsumtif dan menahan makan di siang hari, makan berkurang dari 3 kali menjadi 2 kali sehari.
Secara sederhana, berpuasa berarti menahan segala hawa nafsu yang termasuk di dalamnya nafsu mengkonsumsi barang. Kalau saja puasa itu sekedar memindahkan jadwal makan dan minum tanpa mengubah kuantitasnya, niscaya permintaan akan barang kebutuhan pokok selama bulan ramadhan tidak akan berubah. Bila penawaran barang kebutuhan pokok dianggap tetap, maka selama bulan ramadhan seharusnya tidak terjadi kenaikan harga.
Fakta menunjukkan setiap tahun terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok, karena permintaan kebutuhan barang pokok menjelang bulan puasa dan hari raya idul fitri naik, sementara beberapa pengusaha berusaha memanfaat momen bulan ini untuk menaikkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikkan harga barang, sehingga terjadi efek domino terhadap kenaikan barang yang lain.
Komoditi lain yang volatilitas kenaikan harga tinggi terutama menjelang hari besar keagamaan adalah cabe merah. Menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, harga cabe merah dapat melambung sangat tinggi dan mengalami kenaikan lebih dari 100%. Namun komoditas cabe dapat mengalami penurunan di bawah level normalnya. Sebagai misal pada akhir Juli 2011, harga cabe merah hanya Rp 6.975/kg sedangkan harga cabe merah rata-rata di tahun 2010 mencapai Rp 22.821,-/kg. Sementara menjelang ramadhan harga cabe bulan Juni -Juli 2012 rata-rata Rp 26.000,-/kg.
Pemerintahpun disibukkan untuk memantau harga barang kebutuhan pokok dan mengawasi mengatur pasokan barang yang beredar di masyarakat. Pemerintah melalui Disperindagkop melakukan pemantauan dan pengawasan harga untuk menjaga ketersediaan bahan pangan dan stabilitas harga. Untuk menekan lonjakan harga pemerintah menyiapkan operasi pasar, menyiapkan paket bahan makanan murah untuk masyarakat terutama warga miskin. Subsidi harga yang diberikan saat pasar murah membantu warga miskin menjangkau harga barang seperti beras, gula dan minyak goreng.
Sedikitnya 24 BUMN yang tergabung dalam Forum Komunikasi BUMN Provinsi Jambi terlibat dalam kegiatan Pasar Murah BUMN Peduli, dana berasal dari Kementrian BUMN sebesar 2,5 M yang disalurkan jelang Ramadhan Rp 1 Miliar, jelang Idul Fitri Rp 1 Miliar dan jelang Natal dan Tahun Baru Rp 500 juta. Dalam pasar murah ini masyarakat akan mendapatkan subsidi 70% dan cukup membayar 30% saja untuk paket seharga Rp 100.000,- dengan isi beras premium 5kg, minyak goren 1 liter, gula 2 kg dan sirup 1 botol ( Jambi Ekspres 16 Juli 2012)
Operasi pasar sesungguhnya kurang berpengaruh terhadap pengendalian harga, karena jumlahnya relative kecil. Namun harapannya program pasar murah bukan sekedar lipstick dan tidak salah sasaran pembelinya, yakni warga miskin atau mereka yang berpenghasilan kecil.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan harga menjelang hari besar keagamaan dan antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah antara lain :
a. Aspek Supply, komoditi bahan makanan di Jambi berasal dari dalam maupun dari luar Provinsi Jambi. Bawang merah, tepung terigu dan cabe merah merupakan komoditi yang berasal dari luar Provinsi Jambi, sementara beras, daging sapi, ayam ras produksi di Jambi. Pemantauan intensif terhadap stok barang ke gudang distributor/grosir serta harga eceran di pasar tradisional maupun modern. Pemerintah harus sigap menjaga stok bahan pangan dalam kondisi cukup, hal ini untuk menjaga ketersediaan barang dan mencegah persepsi pasar yang seakan-akan stok kurang, apabila diketahui stok barang terbatas pemerintah harus segera mengisi stok yang ada agar harga tetap stabil.
b. Aspek Sarana dan Prasarana Distribusi
Jeleksnya infrastruktur jalan dan terhambatnya distribusi barang kebutuhan pokok dapat menjadi pemicu kenaikan harga. Koordinasi dengan pemerintah daerah dan kota serta seluruh stakeholder terkait untuk menjaga kelancaran distribusi dan ketersediaan barang , baik barang yang berasal dari luar propinsi maupun dari luar kabupaten.
c. Aspek Demand, terjadi lonjakan permintaan dari masyarakat. Perilaku konsumen menjelang bulan puasa sampai dengan pertengahan bulan puasa cenderung membeli bahan makanan. Sedangkan pada Minggu ke III dan ke IV cenderung membeli sandang/pakaian dan H-3 sampai dengan H-1 cenderung membeli daging.
d. Transportasi, meningkatnya kebutuhan pelayanan jasa angkutan dan rentang waktu tertentu menjelang mudik lebaran, dapat memicu melonjaknya harga biaya angkutan umum, baik angkutan darat, laut maupun udara.
*Hery sasono, Konsultan Pemberdayaan UMKM dan Sektor Riil.
1 komentar:
ganti sistem ganti rezim.....( lari muter2...sambil ngibarin bendera liwa roya)
nomer punggung :
09.22.117
Posting Komentar