MENGENAL LEBIH DEKAT SISTEM EKONOMI ISLAM


MENGENAL LEBIH DEKAT SISTEM EKONOMI ISLAM

            Ekonomi Islam yang berkembang masa ini menekankan kepada dimensi-dimensi ‘ubudiyah dan mu’amalah, yakni  dua aspek yang  berdiri  saling melengkapi antara satu dengan yang  lain. Dimensi ‘ubudiyah yaitu mengatur tata cara dan upacara hubungan langsung antara manusia dengan Allah SWT, yang mana kaedahnya ditentukan dalam Al-Qur’an, diperinci dan dijelaskan dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dimensi mu’amalah yaitu mengatur hubungan manusia lain dan benda dalam masyarakat seperti jual beli, hutang piutang, pewarisan dan perkawinan. Pengaturan lebih lanjut menurut ruang dan waktu berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Nabi (Daud Ali 1983).
Tujuan ekonomi Islam adalah keadilan berupa hubungan harmoni yang saling melengkapi di antara berbagai sektor.  Dalam Ekonomi Islam semua aktifitas seperti musyarakah, mudharabah, murabahah,  tidak mengenal riba dan tidak memisahkan sektor keuangan dengan sektor riil, dalam implikasi ekonomi Islam difokuskan kepada peraturan yang menekankan pada penghapusan riba dalam sistem keuangannya (Kursid 2000; Chapra 1985; dan Siddiqi 1982). Aktifitas lain yang mendukung  ekonomi yang berkeadilan adalah aktifitas sosial dalam masyarakat yaitu pengumpulan zakat, infaq dan sedekah kepada pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Aktifitas ekonomi Islam berasaskan kepada hukum-hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qur’an dan As-Sunnah diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia ini dengan melaksanakan kaedah ‘ubudiyah dan kaedah mu’amalah sesuai dengan Hukum Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.(Al-Qur’an, Adz-Dazzriyaat (51), 56; Al-Baqarah (2), 30 dan 185)[1], bahwa manusia dituntut untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini.
Ada dua istilah yang digunakan untuk menunjukkan Hukum Islam yaitu (Daud Ali  1983):
1.      Syariat, yaitu segala sesuatu ketentuan hukum yang disebut langsung dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
  1. Fikih, yaitu segala sesuatu ketentuan hukum yang dihasilkan oleh Ijtihad para Fukaha (ahli fikih)
Keduanya memiliki hubungan yang erat antara satu sama lain. Asas-asas hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi yang merupakan  syariat, dirumuskan pemahamannya oleh para ahli fikih dan dituliskan ke dalam kitab-kitab fiqh yang kemudian disebut sebagai hukum fiqh. Jadi sumber hukum Islam meliputi Al-Qur’an dan Hadith Nabi (sumber syariat). Sedangkan dalam pengertian kebendaan, ia meliputi Al-Qur’an, Sunah Rasul dan Ijtihad[2]. Dalam bentuk amalannya, hasil ijtihad adalah: buku-buku (kitab hukum), peraturan perundangan, keputusan pengadilan dan konsensus (Ijma’) Ulama. Dalam praktik hukum Islam ini diperlukan cara pendekatan, antara lain dengan melalui peraturan perundang-undangan, peradilan, sosial maupun perilaku dalam masyarakat (Daud Ali  1983).
Hukum Perikatan Islam atau kontrak dalam Islam adalah bagian dari hukum Islam yang mengatur perilaku manusia di dalam menjalankan hubungan ekonomi dan perniagaan. Pembahasan tentang perikatan sangat berhubungan dengan bisnis dan berhubungan dengan kebendaan atau harta kekayaan (Al-Qur’an, Surat An-nisaa (4), 29; Surat Al-Baqarah (2), 198, 275 dan 282; Surat Al-Muzzammil ( 73), 20)[3]. Hukum perikatan Islam merupakan kaedah hukum yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ar-Ra’yu (Ijtihad) yang mengatur tentang hubungan antara dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu bisnis (Azhary  1998).



[1] Untuk mengabdi kepada Allah SWT, untuk menjadi  khalifah Allah SWT di muka bumi , serta mengikuti petunjuk Allah SWT.
[2] Ijtihad, berasal dari kata “jahada” dalam bahasa Arab yang berarti sungguh-sungguh. Dalam arti terminology hukum ialah usaha yang sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada, dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah.
[3] Tentang jalan perniagaan yang benar, mencari karunia Allah dengan berniaga yang benar, larangan makan riba, menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, mencatat bisnis dan mengimlakkan hutang serta pertanggungjawaban.

Artikel Terkait



0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | WordPress Themes Review