Indonesia Tak Perlu Ikut dalam Perdagangan Bebas
Jakarta - Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC mengusulkan perdagangan bebas Trans-Pasifik. Usulan inipun telah disepakati oleh Jepang. Bagaimana dengan Indonesia?
"Terhadap usulan Obama ini sebaiknya Indonesia tidak perlu mendukungnya. Bagi Indonesia belum ada rezim pedagangan bebas yang telah memberi keuntungan baik di tingkat universal seperti World Trade Organization, ditingkat ASEAN seperti AFTA, ASEAN dan mitra dagangnya seperti China dalam CAFTA maupun Indonesia secara bilateral," kata guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (14/11/2011).
Justru menurut Hikmahanto, dengan berbagai pengaturan perdangan bebas Indonesia banyak dirugikan dimana lapangan kerja tidak tercipta, devisa Indonesia keluar, bahkan Indonesia tidak dapat memunculkan pelaku usaha yang tangguh yang memiliki daya saing di salam negeri ketika berhadapan dengan pelaku usaha asing, terlebih lagi bersaing di kancah pasar negara lain.
"Rezim perdagangan bebas lebih banyak menguntungkan negara yang memiliki produsen kuat. Sementara Indonesia tergolong negara yang mempunyai pangsa pasar besar, bukan negara yang memiliki pelaku usaha yang berdaya saing global," papar Hikmahanto. Indonesia, menurutnya akan terus menjadi target pasar negara-negara, sementara Indonesia tidak bisa mengimbangi dalam memasarkan produk dan jasanya ke luar negeri.
Bila pemerintah terus mengikuti rezim perdagangan bebas yang berakibat pada tidak terciptanya lapangan pekerjaan, berarti pemerintah telah mengingkari amanat konstitusi yang mewajibkan pemerintah memberi kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia.
"Pemberian kesejahteraan harus dalam bentuk membuka lapangan pekerjaan, bukan program semacam pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT)," tegasnya.
Penolakan ini menurut Hikmahanto tidak terkait dengan menganut sistem ekonomi neo-liberal atau bukan. Tetapi untuk mengantisipasi ledakan penduduk di Indonesia dan jumlah angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan.
"Kita berharap Pemerintah di KTT APEC ini lebih mementingkan kepentingan nasional daripada solidaritas antar-negara, apalag untuk membantu krisis di Zona Eropa dan Amerika. Indonesia bukanlah China yang diharapkan turut membantu. Indonesia masih dianggap sebagai pasar empuk bagi produk dan jasa luar negeri," papar Hikmahanto.
"Terhadap usulan Obama ini sebaiknya Indonesia tidak perlu mendukungnya. Bagi Indonesia belum ada rezim pedagangan bebas yang telah memberi keuntungan baik di tingkat universal seperti World Trade Organization, ditingkat ASEAN seperti AFTA, ASEAN dan mitra dagangnya seperti China dalam CAFTA maupun Indonesia secara bilateral," kata guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (14/11/2011).
Justru menurut Hikmahanto, dengan berbagai pengaturan perdangan bebas Indonesia banyak dirugikan dimana lapangan kerja tidak tercipta, devisa Indonesia keluar, bahkan Indonesia tidak dapat memunculkan pelaku usaha yang tangguh yang memiliki daya saing di salam negeri ketika berhadapan dengan pelaku usaha asing, terlebih lagi bersaing di kancah pasar negara lain.
"Rezim perdagangan bebas lebih banyak menguntungkan negara yang memiliki produsen kuat. Sementara Indonesia tergolong negara yang mempunyai pangsa pasar besar, bukan negara yang memiliki pelaku usaha yang berdaya saing global," papar Hikmahanto. Indonesia, menurutnya akan terus menjadi target pasar negara-negara, sementara Indonesia tidak bisa mengimbangi dalam memasarkan produk dan jasanya ke luar negeri.
Bila pemerintah terus mengikuti rezim perdagangan bebas yang berakibat pada tidak terciptanya lapangan pekerjaan, berarti pemerintah telah mengingkari amanat konstitusi yang mewajibkan pemerintah memberi kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia.
"Pemberian kesejahteraan harus dalam bentuk membuka lapangan pekerjaan, bukan program semacam pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT)," tegasnya.
Penolakan ini menurut Hikmahanto tidak terkait dengan menganut sistem ekonomi neo-liberal atau bukan. Tetapi untuk mengantisipasi ledakan penduduk di Indonesia dan jumlah angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan.
"Kita berharap Pemerintah di KTT APEC ini lebih mementingkan kepentingan nasional daripada solidaritas antar-negara, apalag untuk membantu krisis di Zona Eropa dan Amerika. Indonesia bukanlah China yang diharapkan turut membantu. Indonesia masih dianggap sebagai pasar empuk bagi produk dan jasa luar negeri," papar Hikmahanto.
Sumber:Detik News, Senin, 14/11/2011
1 komentar:
tolak perdagangan bebas di indonesia.
rsd (10.23.387)
Posting Komentar